BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Demam Berdarah dengue
adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi
dengan virus dengue pada manusia sedangkan manifestasi klinis dan infeksi virus
dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah dengue. Dengue
adalah penyakit daerah tropis dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti,
nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Penyakit
demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan di Indonesia hal
ini tampak dari kenyataan seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit
penyakit demam berdarah dengue. Sebab baik virus penyebab maupun nyamuk
penularanya sudah tersebar luas di perumahan-perumahan penduduk. Walaupun
angka kesakitan penyakit ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun
sebaliknya angka kematian cenderung menurun , karena semakin dini penderita mendapat
penanganan oleh petugas kesehatan yang ada di daerah – daerah.
Penyakit Demam Berdarah
Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang
berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan
wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953
dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama
kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang
dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam
Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan
mencapai puncaknya pada
tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000
penduduk. Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk
dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transpotasi.Seluruh wilayah
Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit Demam
Berdarah Dengue karena virus penyebab clan nyamuk penularnya tersebar luas
baik di rumah maupun tempat- tempat umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari
1000 meter diatas permukaan laut.
Pada saat ini seluruh
propinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit
ini baik di kota maupun desa terutama yang padat Penduduknya
dan arus transportasinya lancar. Menurut laporan Ditjen PPM dan
PLP.
Penyakit ini telah tersebar di 27 propinsi di Indonesia. Dari 300 kabupaten di 27 propinsi
pada tahun 1989 (awal Pelita V ) tercatat angka kejadian sebesar 6,9 % dan pada
akhir Pelita V meningkat menjadi 9,2 %. Pada kurun waktu yang sama angka kematian
tercatat sebesar 4,5 %.Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk
membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia.
Cara yang tepat guna untuk menanggulangi penyakit ini secara tuntas
adalah memberantas vektor/nyamuk penular. Vektor Demam Berdarah Dengue
mempunyai tempat perkembangbiakan yakni di lingkungan tempat tinggal manusia
terutama di dalam stan diluar rumah. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di
tempat penampungan air seperti bak mandi, drum, tempayan dan
barang-barang yang memungkinkan air tergenang seperti kaleng bekas, tempurung kelapa
, dan lain-lain yang dibuang sembarangan.
Pemberantasan vektor Demam
Berdarah Dengue dilaksanakan dengan memberantas sarang nyamuk untuk membasmi
jentik nyamuk Aedes aegypti. Mengingat nyamuk Aedes aegypti tersebar luas
diseluruh tanah air baik dirumah maupun tempat-tempat umum, maka untuk memberantasnya diperlukan
peran serta seluruh masyarakat.
Permasalahan
Pada musim penghujan penyakit
DBD ditemukan diseluruh propinsi Indonesia Secara epidemologis, DBD telah
menyebar ke seluruh wilayah kabupaten dan kota di Indonesia, jumlah kasus
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang
terjangkit dan secara sporadic selalu menjadi KLB setiap tahun. Pada tahun 1999
IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung
meningkat yaitu 15,99 pada tahun 2000, 21,66 pada tahun 2001, 19,24 pada tahun
2002, 23,87 pada tahun 2003 (Ishak, 2006). Kasus DBD di Indonesia tahun 2007
mencapai 140.000 kasus dan sebanyak 1380 orang yang meninggal, dengan CFR
sebesar 0,98% (Anonim, 2007). Di Parepare jumlah penderita DBD yang dirawat di
puskesmas perawatan lakessi pada tahun 2006 – 2011 berjumlah sekitar 20 Orang.
Satu orang pasien meninggal dunia dengan DBD.
Tujuan
1.
Menurunkan
angka kejadian DBD diwilayah kerja Puskesmas Perawatan Lakessi.
2.
Meningkatkan
angka kesadaran masyarakat dalam hal pemeliharaan lingkungan.
3.
Peran serta masyarakat dan lintas sektor terkait dapat ditingkatkan secara
berkesinambungan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan untuk mengendalikan
sumber nyamuk melalui 3M plus atau PSN terpadu.
4.
Mata rantai penularan demam berdarah di masyarakat bisa diputuskan dengan
pengendalian vektor.
BAB II
TINJAUAN TEORI
DEFINISI
Demam berdarah dengue
adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk
setelah dua hari pertama.
Penyakit Demam
Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus
Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi
mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan
kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.
Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari.
Penyakit Demam
Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit
Demam Berdarah Dengue lebih banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade
terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam
Berdarab Dengue pada orang dewasa.
Indonesia
termasuk daerah endemik untuk penyakit Demam Berdarah Dengue. Serangan wabah
umumnya muncul sekali dalam 4 - 5 tahun. Faktor lingkungan memainkan peranan
bagi terjadinya wabah. Lingkungan dimana terdapat banyak air tergenang dan
barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan tempat ideal bagi
penyakit tersebut
ETIOLOGI
Virus dengue yang
termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus)
yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, familio flavivisidae
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN – 1 , DEN – 2 , DEN
– 3, DEN – 4.
Di Indonesia pengamatan
virus dengue yang dilakukan sejak tahun1975 di beberapa Rumah Sakit menunjukkan
keempat serotipe di temukan dan bersirkulasi sepanjang
tahun. Serotipe DEN – 3 merupakan serotype yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik
yang berat.
EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue
di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit
di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru diperoleh
pada tahun 1970.
Demam berdarah dengue
pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh
Swandana (1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar
ke seluruh Dati I di Indonesia.
Faktor yang
mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus Demam
Berdarah Dengue sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk
yang tinggi (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali (3) Tidak ada kontrol vektor nyamuk yang efektif di
daerah endemis dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Di
Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap
tempat, maka pola terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setipa tempat. DiJawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat
terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April –
Mei setiap tahun.
CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor
yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara.
Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti.
Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan beberapa spesies yang lain
dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar
liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya.
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Ditubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4 – 6 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul.
PATOGENESIS
Virus dengue masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi yang berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan. Hipotesis
infeksi sekunder (the secondary heterologous infection/ the sequential
infection hypothesis) menyatakan bahwa demam berdarah dengue dapat
terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali mendapat infeksi
berulang dengue lainnya. Re – infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi
amnestif antibodi yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limsofit dengan menghasilkan titik
tinggi antibodi Ig G antidengue. Disamping itu replikasi
virus dengue terjadi juga dalam limsofit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen – antibody (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitis dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma
dari ruang intravascular ke ruang ekstravascular
PATOFISIOLOGI
Fenomena patofisiologi
utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan
demam dengue dengan demam berdarah dengue ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena
pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan
serothin sert aktivasi sistim kalikrein yang berakibat
ekstravasosi cairan intravascular. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipeproteinemia,
efusi dan syok. Plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat
syok
GEJALA UTAMA
1.
Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus –
menerus berlangsung selama 2 – 7 hari, naik turun (demam bifosik). Kadang – kadang
suhu tubuh sangat tinggi sampai 400C dan dapat
terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase
kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat
fase demam sudah mulai menurun dan pasien seajan sembuh hati – hati
karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga
dari demam.
2.
Tanda –
tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien demam
berdarah adalah vaskulopati, trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta
koasulasi intravasculer yang menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan
bawah kulit seperti retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva.
Retekia merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Muncul
pada hari pertama demam tetepai dapat pula dijumpai pada hari ke
3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.
3.
Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada
permulaan penyakit bervariasi dari haya sekedar diraba sampai 2 – 4 cm di bawah arcus
costa kanan. Derajat hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya
penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan.
4.
Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua
tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam
turun disertai keluarnya keringat, perubahanpada denyut nadi dan tekanan darah,
akral teraba dingin disertai dengan kongesti
kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai
akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara.
Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk
setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu
turun, antara 3 – 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba.
Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
1.
Darah
Pada demam berdarah dengue umum dijumpai
trobositopenia (<100.000) dan hemokonsentrasi uji tourniquet yang positif
merupakanpemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal,
tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan masa
perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan
penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia
darah hipoproteinemia, hiponatremia, dan hipokloremia.
2.
Urine
Ditemukan albuminuria ringan
3.
Sumsum
Tulang
Gangguan maturasi
4.
Serologi
a.
Uji
serologi memakai serum ganda.
Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalegen menaikkan
antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali termasuk
dalam uji ini pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT)
dan uji dengue blot.
b.
Uji
serologi memakai serum tunggal.
Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue uji dengue
yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya uji
Ig M antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas
Ig M
DIAGNOSIS
Diagnosis demam
berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
1.
Kriteria
Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2 – 7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
·
uji tourniquet positif
·
Petekhia, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi
·
Hematemesis dan atau melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
2.
Kriteria
Laboratoris
a. Trombositopenia (100.000 sel/ mm3 atau kurang)
b. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih Dua
kriteria pertama ditambah trombositopemia dan hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah
dengue.
Derajat penyakit (WHO, 1997)
·
Derajat
I demam disertai gejala tidak khas atau satu-satunya manifestasi ialah uji
tourniquet positif.
·
Derajat II
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain.
·
Derajat III
Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
mulut, kulit dingin atau lembab dan penderita tampak gelisah.
·
Derajat IV
Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.
BAB III
URAIAN
KEGIATAN
A.
JENIS
KEGATAN
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengendalian demam berdarah (DBD) :
1. Manajemen lingkungan
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi
bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan
mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan
baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan
dan lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan.
2. Pengendalian Biologis.
Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi
untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan
terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok
bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).
·
Predator
Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk
pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah
didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik. Di
Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa
digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang
terbukti efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian larva
DBD adalah ikan cupang. Meskipun terbukti efektif untuk pengendalian larva Ae.aegypti,
namun sampai sekarang belum digunakan oleh masyarakat secara luas dan berkesinambungan.
Dari pengamatan penulis, pemanfaatan ikan pemakan jentik harus difasilitasi
oleh Pemerintah daerah dan pembinaan dari sektor terkait, karena masyarakat
Indonesia belum mampu mandiri sehingga masih harus mendapatkan dukungan penyuluhan
agar mampu melindungi dirinya dan keluarga dari penularan DBD. Jenis predator
lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu mengendalikan larva DBD adalah
dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini sebenarnya jenis Crustacea
dengan ukuran mikro. Namun jenis ini mampu makan larva vektor DBD. Beberapa spesies
sudah diuji coba dan efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis diuji
coba di Vietnam, Tahiti dan juga di Balai BesarPenelitian Vektor dan Reservoir,
Salatiga. Peran Copepoda dalam pengendalian larva DD/DBD masih harus diuji coba
lebih rinci ditingkat operasionalT TOPIK
·
Bakteri
Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan untuk
larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vektor adalah kelompok
bakteri. Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu
membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14)
dan B. spaericus (BS). Endotoksin merupakan racun perut bagi larva,
sehingga spora harus masuk ke dalam saluran pencernaan larva. Keunggulan agent
biologis ini tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan dan organisme
bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan secara berulang dan sampai
sekarang masih harusdisediakan oleh pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena
endotoksin berada di dalam spora bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka
agent tersebut tidak efektif lagi.
3. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program
pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian
vektor DBD bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa menguntungkan sekaligus
merugikan. Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat
waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan insektisida
dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor. Data
penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 di Jakarta dan Denpasar pada tahun
2009 yang dilakukan oleh Shinta dkk menunjukkan resistensi vektor terhadap insektisida
yang digunakan oleh program. Insektisida untuk pengendalian DD/DBD harus
digunakan dengan bijak dan merupakan senjata pamungkas.
4. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan ketekunan,
kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu,
kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan
masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan 3 M plus atau PSN
dilingkungan mereka. Istilah tersebut sangat populer dan mungkin sudah menjadi trade
mark bagi program pengendalian DBD, namun karena masyarakat kita sangat
heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya sehingga
belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya. Mengingat kenyataan tersebut, maka
penyuluhan tentang vektor dan metode pengendaliannya masih sangat dibutuhkan
oleh masyarakat secara berkesinambungan. Karena vektor DBD berbasis lingkungan,
maka penggerakan masyarakat tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa
peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait seperti pendidikan,
agama, LSM, dll. Program tersebut akan dapat mempunyai daya ungkit dalam
memutus rantai penularan bilamana dilakukan oleh masyarakat dalam program
pemberdayaan peran serta masyarakat. Untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini
dan pengendalian, maka perlu peningkatan dan pembenahan sistem surveilans penyakit
dan vektor dari tingkat Puskesmas, Kabupaten Kota, Provinsi dan pusat.
Disamping kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor terkait perlu dicari
metode yang mempunyai daya ungkit.tin Jendela Epidemiologi, Volume 2, Agustus 2010 29
5. Perlindungan Individu
Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat dilakukan
secara individu dengan menggunakan repellent, menggunakan pakaian yang
mengurangi gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa
mengurangi kontak dengan nyamuk meskipun sementara. Untuk mengurangi kontak
dengan nyamuk di dalam keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur dan kasa
anti nyamuk. Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent:
obat nyamuk bakar, vaporize mats (VP), dan repellent oles anti nyamuk
bisa digunakan oleh individu. Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu
berinsektisida atau dikenal sebagai insecticide treated nets (ITNs) dan
tirai berinsektisida yang mampu melindungi gigitan nyamuk.
6. Peraturan Perundangan
Peraturan perundangan diperlukan untuk memberikan payung hukum dan
melindungi masyarakat dari risiko penulan DB/DBD. DBD termasuk salah satu
penyakit yang berbasis lingkungan, sehingga pengendaliannya tidak mungkin hanya
dilakukan oleh sektor kesehatan. Seluruh negara mempunyai undang-undang tentang
pengawasan penyakit yang berpotensi wabah seperti DBD dengan memberikan
kewenangan kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan atau kebijakan untuk
mengendalikannya. Dengan adanya peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan
pemerintah dan peraturan daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
wajib memelihara dan patuh. Salah satu Negara yang mempunyai undang-undang dan peraturan
tentang vektor DBD adalah Singapura, yang mengharuskan masyarakat untuk menjaga
lingkungannya untuk bebas dari investasi larva Aedes. Pemerintah DKI
sudah mempunyai peraturan serupa, namun penerapannya masi belum dapat
dijalankan. Agar DKI dapat terbebas dari risiko penularan DBD, maka perlu
dilakukan sosialisasi peraturan daerah dan penyuluhan tentang memelihara lingkungan
yang bebas dari larva nyamuk secara bertahap. Hal ini mengingat pembangunan
kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu seperti diamanatkan dalam UUD
1945 dan dipertegas di dalam pasal 28 bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia
dan dinyatakan juga bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
B.
SASARAN
Warga yang bermukim di wilayah kerja puskesmas
perawatan Lakessi Parepare yang terdiri dari 4 Keluhan ( Ujung Baru, Ujung
lare, lakessi, kampung Pisang ) 25 RW dengan Jumlah penduduk 15.410 jiwa.
C.
TARGET
Warga yang bermukim
di wilayah kerja puskesmas perawatan Lakessi Parepare yang terdiri dari 4
Keluhan ( Ujung Baru, Ujung lare, lakessi, kampung Pisang ) 25 RW dengan Jumlah
penduduk 15.410 jiwa. Yang termasuk resiko tinggi terjangkit penyakit demam
berdarah ( Anak sekolah, Penduduk yang bermukim diwilayah kumuh )
D.
HASIL
/ OUT PUT
Diharapkan setelah
dilakukan serangkaian kegiatan penanggulangan penyakit demam berdarah angka
kejadian demam berdarah diwilayah kerja puskesmas lakessi Parepare bisa
berkurang.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan
1.
Demam
berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk
pada hari kedua.
2.
Virus
dengue tergolong dalam grup Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN – 3, merupakan
serotie yang paling banyak.
3.
Vektor
utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti.
4.
Gejala
utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan,hepatomegali dan
syok.
5.
Kriteria
diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis
ditambah trombosipenia dan peningkatan hmatokrit cukup untukmenegakkan
diagnosis demam berdarah dengue.
6.
Peran serta
masyarakat dan lintas sektor terkait harus ditingkatkan secara berkesinambungan
melalui penyuluhan dan promosi kesehatan untuk mengendalikan sumber nyamuk melalui 3M plus
atau PSN terpadu
B. SARAN
1.
Sistem pelaporan
kasus DBD perlu diperkuat agar bisa mendapatkan data yang valid, dengan
membangun sistem tukarmenukar data antara data Puskesmas dan data RS.
2.
Melakukan validasi
data di semua level terutama pada daerah yang sudah tidak melaporkan lagi kasus
DBD untuk mengetahui apakah memang benar sudah tidak ada kasus atau memang
tidak melaporkan (sistem pencatatan dan pelaporan tidak berjalan).
3.
Perlu dilakukan
kajian lebih lanjut untuk mengetahui faktor risiko suatu daerah mempunyai kasus
DBD yang tinggi sehingga dapat dilakukan pencegahan dan pengendalian penyakit.
4.
Mengaktifkan
kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) oleh Puskesmas, bekerja sama dengan
masyarakat dengan mengaktifkan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) terutama untuk
daerah dengan endemis tinggi sepanjang tahun.
5.
Perlu ditingkatkan
upaya penyuluhan dan pendidikan terhadap masyarakat agar selalu waspada
terhadap DBD dan aktif melakukan PSN.
6.
Perlu dilakukan
surveilans kasus dan surveilans vektor yang intensif terutama pada tingkat
masyarakat dan Puskesmas dengan bimbingan Dinas Kesehatan Kab/kota.
7. Pada saat dideteksi jumlah kasus DBD terendah perlu
dilakukan Bulan Bakti Gerakan 3M secara serentak selama satu bulan, sehingga rantai
penularan virus dengue dari nyamuk-manusia-nyamuk dapat terputus.
Daftar pustaka
1. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas.
Waryadi suharyono. TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH
DENGUE DI INDONESIA. Depkes & kesejahtraan sosial dirjen pemberantasan
penyakit menulat dan penyehatan lingkungan hidup 2001.
2. Hendrawanto. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid I Edisi Ketiga PERSATUAN
AHLI PENYAKIT DALAM INDONESIA.1996 Hal 417 – 426.
3. Janus, Centrin net.id/ binprog.www.plasa.com.2003.
4. Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu
Ika. Setiowulan, Wiwiek. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Media Aesculapius FK –
UI Edisi ketiga Jilid I. 1999. Hal 428 – 433.
5. Widodo, dr.SPA (K).www. Penyakit Menular info. DEPKES. 4 Januari
2002.
6. Buletin Jendela Epidemiologi, Topik Utam
Demam Berdarah
LAMPIRAN
MATRIKS PERENCANAAN
|
|
JAN
|
FEB
|
MARET
|
APRIL
|
MEI
|
JUNI
|
JULI
|
AGS
|
SEP
|
OKT
|
NOV
|
DES
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
NO
|
JENIS KEGIATAN
|
MINGGU
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
ABATESASI
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) / GERAKAN
LINGKUNGAN BERSIH
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
FOGGING FOKUS
|
KALAU ADA
PENEMUAN KASUS DI MASYARAKAT
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4
|
PEMBENTUKAN DAN MENGAKTIFKAN JURU PAMANTAU
JENTIK
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
PERTEMUAN LINTAS SEKTORAL
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
PENCARIAN DAN PENGOBATAN KASUS SECARA PRO
AKTIF
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
KALAU ADA KASUS
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
7
|
IDENTIFIKISASI WILAYAH YANG BERISIKO
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
PENYULUHAN ( MENCEGAH DBD)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9
|
VALIDASI DATA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10
|
SURVEILANS KASUS DAN VEKTOR
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar